Repost_majalahsora.com, Kota Bandung – Universitas Widyatama (UTama), salah satu kampus ternama di Kota Kembang Bandung ingin mendapatkan akreditasi unggul.
Salah satu upaya untuk mencapai itu, kampus yang dipimpin oleh Prof Obsatar Sinaga telah mengaplikasikan kegiatan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang digaungkan oleh Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Di antaranya dengan menjalankan program magang mahasiswa UTama di dunia usaha dan industri selama satu semester (semester 6, 7 dan 8).
Di samping itu, agar informasi mengenai akreditasi lebih gamblang dan dipahami, pihak UTama sengaja mengundang Sekretaris Dewan Eksekutif Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), Prof Agus Setiabudi.
Prof. Dr. H. Obsatar Sinaga., S.Ip., M.Si., Rektor Universitas Widyatama
Dirinya memberikan materi mengenai Kebijakan Akreditasi BAN-PT dan Implementasi Kebijakan BAN-PT di masa Pandemi.
Disampaikan di depan Rektor, Wakil Rektor, Dekan, Kepala Program Studi serta dosen UTama. Termasuk perwakilan dari kampus Apikes-Bandung, Uninus dan STIA Bandung.
Dilangsungkan mengikuti protokol kesehatan (Prokes), di Ruang Seminar UTama, Gedung B, Lantai 6, Jalan Cikutra No 204- A, Kamis (25/3/2021).
Pada kesempatan itu Prof Agus mengatakan, standar yang ditetapkan oleh pemerintah kepada perguruan tinggi selalu berubah. Sehingga BAN-PT harus melakukan perubahan instrumen, sebagai dasar untuk perubahan akreditasi tersebut.
Tentu yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi harus bisa memenuhi standar-standar yang ada, kata Prof Agus yang berasal dari Tasikmalaya.
Sesuai dengan peraturan BAN-PT Nomor 5 tahun 2020, tentang Instrumen Akreditasi Program Studi, kriteria dan elemen penilaian akreditasi BAN-PT.
Ada sembilan elemen yang harus dipenuhi perguruan tinggi yaitu: 1. Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi; 2. Tata Pamong, Tata Kelola dan Kerjasama; 3. Mahasiswa; 4. Sumber Daya Manusia; 5. Keuangan, Sarana dan Prasarana; 6. Pendidikan; 7. Penelitian; 8. Pengabdian kepada Masyarakat; 9. Luaran dan Capaian Tridharma.
BAN PT sebetulnya hanya di fase akhir apakah mereka itu (perguruan tinggi) memenuhi standar atau tidak. Yang harus dilakukan perguruan tinggi melakukan pemenuhan standar-standar yang ditetapkan. Karena pemerintah menetapkan standar minimal dan perguruan tinggi harus menetapkan standar yang lebih tinggi, jelasnya.
Saat ditanya mengenai standar yang cukup krusial yang harus dipenuhi oleh perguruan tinggi, menurutnya dari pengalaman BAN-PT melakukan evaluasi, ada beberapa standar yang menjadi momok, seperti pemenuhan standar dosen dengan kualifikasi dan jumlah tertentu. Terutama bagi perguruan tinggi yang relatif kecil.
Walaupun, kata Prof Agus, perkembangan yang ada dari sisi syarat jumlah dosen itu sudah menurun.
Jumlah dosen minimal yang tadinya enam per-Prodi sekarang menjadi lima. Kemudian yang berikutnya adalah standar terkait kualifikasi dosen, minimal pendidikan S2 atau S3. Disamping itu terkait output berupa penelitian dan publikasi yang relatif kurang. Aspek itu yang perlu dikejar oleh perguruan tinggi, kata Agus.
Pada kesempatan yang sama Prof Obi, sapaan akrab Rektor UTama mengatakan pihaknya sengaja mengundang Prof Agus.
Hal itu untuk melihat kebijakan-kebijakan terbaru dari BAN PT sekaligus ada tip terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Terutama pada proses akreditasi dengan sistem online atau daring.
Bagi UTama, sembilan elemen yang ada tidak terlalu berbeda jauh dengan sebelumnya dan masih bisa dipenuhi oleh Widyatama.
Kalau saya lihat item poin 9 kriteria masih bisa dilakukan oleh Universitas Widyatama. Bedanya kalau dulu ketemu sama asesor bisa ngopi, sekarang nggak bisa hanya bisa online saja. Silaturahmi mungkin terbatas. Yang kedua pada tahap proses tertentu kita tidak bisa membuktikan. Misalnya fasilitas fisik yang kita punya yang merupakan nilai-nilai kuantitatif. Misalnya gedung kita bagus tapi melihatnya bagaimana? Cuman videonya saja. Pada kenyataannya video bisa saja direkayasa, kata Prof Obi.
Saat ditanya mengenai kesulitan yang ditemui untuk memenuhi sembilan elemen dari BAN-PT, dirinya dengan optimis menjelaskan bahwa kampusnya tidak mengalami kendala.
Mengenai kendala jumlah dosen dalam akreditasi SDM dan kepangkatan sebetulnya menjadi masalah bersama, namun untuk Widyatama tidak menjadi masalah kata Prof Obi.
Oleh sebab itu dirinya juga optimis dengan SDM yang dimiliki UTama bisa meraih apa yang diharapkan menjadi kampus unggul. Salah satu alasannya 273 dosen UTama sudah memiliki kurang lebih 1600 jurnal internasional yang terpublikasi.
Sumber: Majalah Sora, Kota Bandung